“Karena aku sudah janji pada keluargaku dan keluarganya aku tak kan pernah mengecewakan mereka, mereka menungguku aku takut mengecewakan mereka “ kata Farid, matanya memandang lurus ke depan tanpa melihat seseorang di sampingnya.
“ Apakah kamu tega meninggalkan sahabat baikku yang selama ini menunggumu ?’’. pertanyaan Yusuf semakin memojokkan Farid.
Farid menghela nafas panjang-panjang sebelum menjawab pertanyaan Yusuf. “ Yus, aku disini bertujuan untuk mengaji mengabdi ilmu pada kyai Hasan bukan untuk memilih wanita untukku pinang lagi pula umurku masih terlalu muda untuk mamikirkan hal itu.’’ Ia melihat Yusuf yang berbaring di sampingnnya.
“ Baiklah, aku tak berhak mengurusi masalahmu kawan aku berharap semua pilihanmu adalah yang terbaik untukmu kedepannya. “ akhirnya Yusuf memilih mengalah. “ ngomong-ngomong apa isi surat yang di berikan sarah kepadamu pagi tadi ?.’’ Tanya Yusuf menggoda Farid dengan rasa penasarannya.
“ Bukan apa-apa hanya berisi kata-kata anak muda .’’ jawab Farid dengan singkat seakan surat yang diberikan Sarah tak ada arti apa-apa baginya.
“ Katakan saja itu surat cinta”. Bicaranya semakin ngawur saja
Ia membiarkan Yusuf berbicara seenaknya saja. Perlahan ia mulai memejamkan matanya. Mulai membiarkan Yusuf yang di sampingnya berbicara seorang diri.
“ Sebenarnya aku tahu kawan, kau tidurkan ?.” kata Yusuf menghadap kearah Farid yang tertidur pulas.
“Allahhu akbar....Allahhu akbar”. Kumandang adzan jelas terdengar bersahut-sahutan dari daerah satu dengan daerah yang lain. Jalan raya masih sepi sedikit kendaraan yang melintas. Meskipun udara masih dingin, air di bak wudhu juga masih dingin. Beberapa anak santri mengantri untuk berwudhu. Yang lainnya masih tertidur pulas di kamarnya.
“ Aku mau pulang ba’dha subuh ini, kalo kau kapan ?”. Tanya salah seorang santri kepada Farid yang tengah mengusap wajahnya usai berwudhu.
“ Kalo tidak ada halangan pagi ini aku juga akan pulang”. Jawab farid kepada santosa.
Mereka berjalan beriringan menuju masjid. Lantunan shalawat yang dilantunkan Yusuf mengiringi langkah Farid dan Santosa berjalan menuju masjid. Terdapat beberapa santri yang juga akan memasuki masjid. Selang beberapa menit Farid dan Santosa duduk di atas sajdah, iqomad di kumandangkan. Kyai Hasan sudah berada di tempat imam, sholat berjamaah subuh ini di lahkukan dengan khusyu’.
07.00,
Usai mengaji Quran pada kyai Hasan para santri bergegas menuju kamarnya masing-masing. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Santosa sibuk dengan persiapan pulangnya. Dengan di bantu oleh Yusuf, Farid bersiap untuk pulang.
“ Aku ndak mau bawa barang banyak-banyak Yus, cukup seadanya saja “.
Yusuf berdiri menaruh tas yang sempat dibawanya sembari menghela nafas menghadap kearah Farid. “ Lagi pula siapa yang ingin membawa barang banyak-banyak aku juga males bawanya .’’
Farid masih tampak bingung memilah-milah barang ia memandang sudut-sudut kamar sebelu ia memutuskan untuk membawa barang yang dibawa Yusuf. “ Ya sudah bawa yang kamu bawa saja tas yang ini ndak usah dibawa.”
Santosa tampak sibuk membawa barang bekalnya. Salah seorang santri berteriak memberi pengumuman “ Bis untuk ke Salatiga akan segera datang.... Bis untuk ke Salatiga akan segera datang “. Santri tersebut terus saja mengulangi beberapa kali sembari berlari melewati kamar-kamar.
Farid segera bergegas untuk keluar kamar di ikuti dengan Yusuf. Sedangkan Santosa masih menunggu bis Malang datang. Di depan pintu tersebut, Hasan berdiri mengagetkan Farid. Nafasnya terengah-engah usai bereteriak mengumumkan bis Salatiga. Ia menyodorkan kertas berwarna hijau muda yang terbungkus rapi.
“ Ini dari mbak Azmi “. Ia hanya mengucapkan satu kalimat itu lalu pergi begitu saja tanpa salam.
Faris menerimanya surat tersebut. Ia tak sempat membaca isi surat tersebut. Ia berjalan dengan cepat Yusuf yang tak bisa jalan cepat ia berlari-lari kecil mengimbangi langkah Farid. Tak butuh waktu lama untuk naik bis dan duduk di kursi bis yang lumayan empuk.
“ Rid, kok ndak seperti biasanya ya.” Tanya Yusuf, entah apa yang ia maksud.
Farid memandang kearah Yusuf dagunya berkerut raut wajahnya sedikit bertanya-tanya apa yang di maksud Yusuf. “ Tak seperti biasanya gimana maksud kamu ?”.
“ Ya tak seperti biasanya, kau ingat tiap kali Azmi titip surat selalu kepadaku ”. Sama seperti Farid Yusuf tampak bingung. “ tapi mengapa kali ini ia malah titip pada Hasan ? ”.
“ Terus masalahnya apa ?.”
“ Ndak ada masalah kok”. Yusuf tampak kesal. Ia membelakangi Farid melihat hamparan sawah hijau yang segar.
Farid merogoh kantongnya mengambil surat hijaunya membacanya sedikit melamun entah memikirkan apa
Dear mas Farid,
Assalamualaikum
Seikhlas hati ini memohon maaf atas kesalahan-kesalahan ku yang telah lalu...
Di hari yang bersih akan menuju suci beribu ribu maaf aku ucapkan...
Mas Farid, aku berharap tahun depan aku bisa bertemu kamu kembali
Aku ingin bertanya-tanya banyak hal yang kamu ketahui
Aku ingin beerwawasan luas sepertimu
Hari ini aku tau kau pulang, aku hanya ingin berpesan hati-hati di jalan
Doaku selalu menyertai disetiap langkahmu
Azmira zulfa
Farid kembali menutup surat tersebut mengantongi dalam sakunya. Hamparan persawahan luas nan hijau sangat menyejukkan mata Farid. Sepanjang perjalanan ia tak tidur hanya memandangi pemandangan sekitar.berbeda dengan Yusuf sudah tidur lebih awal saat bis mulai berangkat tadi.
Perlahan pemandangan persawahan yang indah tersebut hilang, berubah dengan pemandangan ramainya jalan raya yang di penuhi dengan kendaraan bermotor. Udara yang tadinya sejuk berubah menjadi kebulan asap yang menyengat hidung.
Bis tersebut berhenti di sebuah terminal. Farid membangunkan Yusuf yang tertidur pulas saat perjalalan “ Yus bangun udah sampai terminal.”
“ Ya.” Jawabnya sambil gentoyongan Yusuf mengikuti Farid dari belakang.
10.00,
suasana perdesaan yang begitu khas, Farid dan Yusuf berjalan melewati rumah-rumah penduduk satu dua orang menyapanya.
“ ohh, mas Farid sudah pulang.” Kata seorang ibu paruh bayang yang tengah duduk di depan rumahnya.
“ Iya budhe.” Jawab Farid dengan senyum yang ramah.
Jika dilihat dari arah ibu paruh baya tersebut rumah Farid sudah tampak jelas hanya berjarak satu rumah.
“ assalamualaikum.” Farid mengetok pintu rumahnya yang terbuka.
Ibunya keluar dengan mengenakan baju gamyong. Nampaknya ia habis masak-masak untuk menyambut kepulangan Farid.
“ Masya Allah, Farid ibu pangling sama kamu tambah ganteng saja.” Ibunya menepuk-nepuk badan Farid.
“ Ah ibu bisa saja, ini lho bu teman aku namanya Yusuf dia akan tinggal di sini untuk sementara waktu bolehkan bu ?.” Tanya Farid meminta izin kepada ibunya.
“ ya tentu boleh lah, ayo masuk dulu ibu sudah masak-masak untuk kalian.” Mereka bersama-sama menuju belakang untuk makan.
“ Bapak kemana bu?.” Tanya Farid di sela-sela makannya.
“ Oh iya, ibu lupa kasih tau kamu bapakmu itu dari 3 hari kemarin belum pulang dari Purwodadi. Katanya 4 hari lagi akan pulang.’’
“ Ke rumah pak dhe ?.” tanya Farid belum puas dengan jawaban ibunya tadi.
“ Iya, kamu puasa di sini apa di pondokmu ?.”
“ belum tau bu, pengennya ya di sini puasa bareng ibu, bapak, dan yang lainnya.”
Yusuf mengumpulkan piring-piring dan mengumpulkannya dibawa ke belakang. Dibantu dengan Farid dan ibunya. Suasana tampak hangat sekali.
Pagi yang cerah mentri menyinari bumi Salatiga yang dingin bercampur hawa sejuk. Sekitar jam 07.00 usai mengerjakan pekerjaan rumah selesai tak ada lagi yang di kerjakan. Hanya ibu Farid yang sibuk dengan pekerjaan, ia memilah-milah pakian Farid untuk dicuci.di sela-sela kantong celana Farid tampak ada kertas yang indah. Dengan rasa penasarannya ia mmbuka kertas tersebut. Membacanya ada tulisan nama Azmira zulfa. Dalam hati ia bertanya siapa Azmira zulfa ?.ia semaki penasaran dengan nama itu.
“ Ibu, Farid tadi udah nyuci, ibu gak usah nyuci.” Kata Farid melarang ibunya yang akan mencuci.
“ Ibu ndak nyuci.” Jawab ibunya pendek.
“ lalu ?.” Tanya Farid kembali.
“ Ada yang mau ibu tanyakan kepadamu ?.”
“ Apa itu ?.” Dahinya mengkerut penasaran denga perkataan ibunya.
“ Apakah kamu menyukai seorang gadis ?.” Pertanyaan ibunya membuat Farid semakin tak berkutik. Ia semakin terpojok dan semakin terpojok oleh hal itu.
Yusuf datang memecah pembicaraan antara Farid dan ibunya. “ ada apa ?.’’ tanya Yusuf.
“ Ndak papa, ini lho Ibu mau nyuci tapi Farid nggak boleh.”
“ Lho tadikan Farid sudah nyuci bu ?.” jelas Yusuf pada ibu Farid.
“ Oh ya bu Farid mau ke rumah budhe tadi di suruh kesana.” Ia mengalihkan pembicaraan ibunya yang belum usai.
Panasnya matahari menyenga kulit sungguhlah sangat panas, Farid berbelok jalan menuju masjid.
“ Lho Rid, katanya mau ke rumah budhe kok malah ke sana.” Tanya Yusuf dengan mengikuti langkah Farid yang sangat cepat. “ Sebenarnya ada apa to Rid ?.” Tanyanya lagi Yusuf semakin penasaran dengan tingkah laku Farid.
“ Nanti saja ku ceritakan.” Jawab Farid mesih melanjutkan langkah kakinya yang sangat cepat dan terlalu cepat. Dengan menggetkan Yusuf di belakangnya ia berhenti dengan tiba-tiba.
“ Ada apa ?.”
“ Sepertinya ibu sudah tau tentang Azmi itu.”
“ Memangnya kenapa? bukankah itu lebih baik.” Sahut Yusuf seolah-olah ia mengerti masalah yang di hadapi Farid saat ini.
Mataya fokus melihat ke depan, sembari menarik kursi plastik untuk ia duduki “ Ada sebuah janji yang tak bisa aku tinggalkan.”
“ Apa, ? cerita padaku.” Yusuf semakin penasaran.
Farid menoleh ke arah Yusuf “ sudah ada seorang gadis yang akan menjadi pendamping hidupku kelak.”
“ Siapa ?, Azmi maksudmu ? atau kamu sudah dijodohkan dengan orang tua kamu ?.”
“ Ya, sejenis dijodohkanlah.” Jawab Farid pendek.
“ Bagaimana bisa ?.” Semabari memutar kursi plastik menghadap kearah Farid.
Matanya menerwang menembus batas-batas waktu 9 tahun silam saat usianya masih 11 tahun. Membayangkan sosok anak laki-laki yang sangat nakal badannya besar dan berkulit sawo matang ala orang jawa. Gayanya bagaikan raja yang ditakuti oleh kawan-kawanya bahkan semua yang ia mau harus segera dituruti.
“ Rid, gimana.” Tanya Yusuf yang tak sabar mendengarkan cerita Farid.
“ Gimana apanya.” Farid nampaknya seperti orang kebingungan dengan pertanyaan Yusuf.
“ Gadis yang kamu maksud itu siapa ?.”
“ Oh, namanya Sifa, rumahnya tak jauh dari sini.” Jawab Farid pendek.
“ Bolehkah aku melihatnya ?.”
“ Lain waktu saja.”
Dari arah lain terlihat seorang gadis yang berjalan dengan sempoyongan membawa barang belanjaan. Gadis itu menuju ke arah Farid dan Yusuf. Ia meletakkan belanjaannya di dekat kursi plastik yang di duduki oleh Farid. Farid dengan ramah membeikan senyum pada gadis itu, sedangkan Yusuf tampak aneh melihat mata gadis tersebut. Ada sesuatu yang berbeda dari mata sang gadis, bola mata yang tampak kecil sekali sekecil biji pepaya. Mungkin gadis itu hanya melihat dengan satu mata saja.
“ Lho mas Farid sudah pulang to, kok ndak kasih kabar sama aku ?.” Tanyanya kepada Farid.
“ Iya, soalnya baru kemarin pulangnya jadi ndak sempet kasih tau Sifa, Sifa mau dibantu bawa barang belanjaannya sampai rumah ?.”
“ Ndak usah mas, Sifa lagi nunggu dijemput bapak.” Jawabnya sambil menarik kursi plastik untuk ia duduk.
“ Bagaimana kabar bapak sama ibu, sehat ?.”
“ Alhamdulillah sehat, kalo mas Farid sendiri bagaimana.”
“ Ya beginilah masih seperti dulu.”
Yusuf yang ada di dekat Farid sesekali menyenggol badan Farid. Ia nampak seperti kebingungan dengan perkataan Farid 5 menit yang lalu. Apakah Sifa ini yang di maksudkan Farid tadi ?.
“ Oh ya aku lupa, ini ada makhluk luar angkasa yang mau aku kenalkan sama Sifa.” Kata Farid .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar